Sabtu, 03 Desember 2011

MAKALAH WEWENANG

Pengertian Wewenang
  • Menurut, Lubis Secara etimologis, istilah kewenangan berasal dari kata wewenang. Sedang menurut Bagir Manan istilah wewenang dengan kekuasaan Macht itu berbeda. Kekuasaan menurutnya hanya digambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan wewenang memiliki pengertian yang lebih luas meliputi hak dan kewajiban.
  • Secara teoritik, mengenai kewenangan dapat dilihat pendapat H.D. Stout (Ridwan HR 2006 : mengatakan:  ”Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelasakan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum public”
  • Menurut F.P.C.L Tonnaer dalam Ridwan HR: ”Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga Negara). Dalam Negara hukum, wewenang itu berasal dari peraturan pemerintah.
  • Pandangan yang melihat lebih jauh pada sisi tindakan yaitu ungkapan P. Nicolai dalam Ridwan HR (2006 : 102) ”Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dilakuakn untuk mengakibatkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tindakan melakukan tindakan tertentu, atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tetentu”
  • Sebagaimana diungkapkan F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek dalam Ridwan meyebutkan sebagai inti Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi bahwa Kewenangan yang didalamnya terkandung hak dan kewajiban. Dalam hal ini dibagi atas dua cara organ pemerintah memperoleh wewenang, yaitu dengan cara atributif dan delegasi; bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain); jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi.[1]

Pelimpahan Wewenang
Pelimpahan wewenang adalah proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam melakukan berbagai aktifitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut.
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan “wewenang” hanya merngenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2(dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut :
  • Delegasi
  • Mandat.
Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka diperlukan adannya kekuasaan (Power) yaitu kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, keputusan.
Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi dua yaitu :
  • Kekuasaan posisi (Position Power) yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
  • Kekuasaan pribadi (Personal Power) berasal dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada pimpinan.

Menurut sumbernya wewenang dibagi menjadi :
  • Kekuasaan balas jasa (Reward Power) berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang diberikan untuk melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
  • Kekuasaan paksaan (Coercive Power) berasal dari apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman ( dipecat, ditegur, dan sebagainya ) akan diterima bila tidak melakukan perintah,
  • Kekuasaan sah (Legitimate Power) Berkembang dari nilai-nilai intern karena seseorang tersebut telah diangkat sebagai pemimpinnya.
  • Kekuasaan pengendalian informasi (Control of Information Power) berasal dari pengetahuan yang tidak dipercaya orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
  • Kekuasaan panutan (Referent Power) didasarkan atas identifikasi orang dengan pimpinan dan menjadikannya sebagai panutan.
  • Kekuasaan ahli (Expert Power) yaitu keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.[2]

Alasan Pelimpahan Wewenang
Beberapa alasan yang mendasari manager mau mendelegasikan tugasnya kepada orang lain, yaitu:
  • Tugas manager bukan hanya pada satu kegiatan saja, oleh karena itu tugas yang dianggap orang lain bisa melakukannya, dilimpahkan kepada orang yang ditunjuk. hal ini agar tercapai efektivitas dan efisiensi kerja.
  • Manager lebih memperhatikan pada tugas-tugas yang perlu penanganan lebih serius dan penting demi kelangsungan organisasi.
  • Manager tidak harus mempelajari semua permasalahan dan pengetahuan karena adanya keterbatasan-keterbatasan.
  • Mendorong dan mengembangkan bawahan yang menerima pelimpahan wewenang.
  • Delegasi dibutuhkan karena manajer mungkin hanya menguasai “the big picture”, tidak cukup mengerti secara terperinci dan tidak selalu mempunyai semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan. Sehingga untuk mengefisienkan penggunaan sumber daya, pelaksanaan tugas tertentu didelegasikan kepada tingkatan organisasi yang serendah mungkin di mana terdapat cukup kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya.[3]

Prinsip-Prinsip Klasik Untuk Mencapai Pendelegasian Yang Efektif
  • Prinsip Skalar

Menyatakan harus ada garis otoritas yang jelas yang menghubungkan tingkat paling tinggi dengan tingkat paling bawah. Garis otoritas yang jelas ini memudahkan anggota organisasi untuk megetahui kepada siapa dia dapat mendelegasikan, siapa yang dapat melimpahkan wewenang kepadanya, kepada siapa dia harus mempertanggungjawabkan tugasnya.
  • Prinsip kesatuan perintah (Unity of command)

Menyatakan setiap orang dalam organisasi harus melapor pada satu atasan. Melapor pada lebih dari satu orang akan menyulitkan seseorang untuk mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan perintah siapa yang harus diikuti. Bertanggung jawab kepada lebih dari satu atasan juga akan membuat bawahan dapat menghindari tanggungjawab atas pelaksanaan tugas yang jelek dengan alasan banyaknya tugas dari atasan lain.
  • Tanggungjawab, wewenang dan akuntabilitas

Tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu diberikan ketingkat organisasi paling bawah, ada cukup kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya agar tercapai efisiensi tugas. Untuk itu bagi orang yang menerima pelimpahan tugas harus diberi wewenang yang cukup, sehingga dia dapat mempertanggungjawabkan tugasnya pada atasan.
Pendelegasian Yang Gagal
  • Dari segi manajer
    • Manajer merasa berkurang haknya dalam memutuskan sesuatu.
    • Manajer tidak mau menghadapi resiko atas kegagalan tugas.
    • Manajer tidak percaya atas kamampuan bawahannya.
    • Manajer berpendapat bahwa bawahannya akan lebih senang bila dia tidak mempunyai hak pembuatan keputusan yang luas.
    • Manajer merasa terancam posisinya bila bawahannya yang menerima pelimpahan tugas dalam mengerjakannya lebih efektif.
    • Manajer tidak mempunyai kemampuan manajerial untuk mendelegasikan tugasnya.
  • Dari segi karyawan yang menerima
    • Menerima tambahan tanggung jawab dan akuntabilitas.
    • Perasaan akan membuat kesalahan dan menerima kritikan.
    • Kurang percaya diri akan kemampuannya.[4]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar